Bagaimana Sejarah Tenggelamnya Kapal Gurita Ketika Menyebrang Banda Aceh-Sabang?
Mari saya ceritakan sebuah cerita yang fenomenal. Ibu Margareth Crotty, teman bibi saya yang menjadi salah seorang penumpang yang selamat.
Bibi saya (saya memanggilnya Lulul). Adalah kolega dari Bu Margareth Crotty, bibi saya aktif di Save the Children, beliau saat masa mudanya aktif di berbagai kegiatan NGO atau apapun yang berkaitan dengan misi kemanusiaan dan pendidikan. Baik Save the Children, USAID, dan banyak kegiatan NGO saat masa konflik dan setelah Tsunami dahulu. Beliau benar-benar luar biasa saat masa mudanya.
Sekarang beliau sudah berumur lanjut, 50-an.
Dan sudah lama lost contact dengan Bu Crotty.
Saya mengubek-ngubek album foto lama di rumah nenek saya, berceritalah kami tentang cerita hebat bibi saya saat masa mudanya mengelilingi Indonesia dengan misi kemanusiaan.
Terlihat wajah-wajah khas pria dan wanita barat yang bermata biru di setiap kegiatannya.
Saya tergelitik bertanya, siapakah sosok di foto ini?
Margareth Crotty, jawabnya.
Bisa dilihat, yang kiri adalah Ibu Margareth Crotty, saat masih muda. Sedang berkegiatan bersama bibi saya untuk misi pendidikan, anak-anak, dan kemanusiaan. Foto ini diambil bahkan sebelum saya lahir, mungkin kisaran tahun 1990-an.
Anak-anak di foto itu, mungkin sudah punya anak usianya 10 tahun hahaha.
Berceritalah bibi tentang cerita temannya ini, saya izin ingin menulis cerita ini.
Cerita yang saya tuliskan ini adalah yang diceritakan bibi saya terhadap saya, yang secara garis besar saja. Izin saya tidak bisa menulis lengkapnya.
Tenggelamnya kapal Gurita.
Januari 1996.
Kapal kelebihan muatan.
Bibi menceritakan cerita temannya Bu Crotty.
Salah satu penumpang yang selamat kapal.
Pada saat itu kapal tidak dilengkapi dengan jumlah pelampung yang sesuai dan memadai, penumpang di dalam kapal berkecamuk, mereka saling dorong, memukul, dan tidak segan-segan demi memperebutkan jumlah pelampung yang terbatas tak terkecuali Bu Crotty, beliau pun juga memperebutkan pelampung.
Namun kita tahu dalam kondisi panik di ambang kematian, dengan jumlah pelampung yang terbatas, sebenarnya Bu Crotty sudah mendapat pelampung, namun terjadi rebutan yang akhirnya tidak mendapatkan pelampung itu. Penumpangnya terus memperebutkan jaket pelampung yang jumlahnya terbatas.
Benar, Crotty dan penumpang lainnya terpaksa melompat dari kapal tanpa jaket pelampung. Bu Crotty bertahan hidup dengan menyobek celananya dan melilitkannya ke benda yang mengapung. Bibi saya mengatakan bahwa bagian belakang bahunya itu menjadi lebih hitam dari kulitnya antara terbakar matahari dan juga kelelahan untuk berenang ketepian.
Bu Crotty berada di tengah laut hampir semalaman, kurang lebih 16 jam. Beruntung beliau bisa mencapai sebuah mercusuar.
Tentu tiap kapal pasti punya perahu darurat, namun beliau bukanlah orang yang beruntung untuk bisa naik ke perahu darurat. Beliau dan juga ratusan lainnya yang tidak mendapatkan tumpangan, ada yang tewas karena kehabisan oksigen, tidak bisa berenang, dimakan hiu, dan beragam kejadian tragis.
Bersyukur Bu Crotty merupakan salah satu penumpang yang selamat, hingga bisa kembali menceritakan cerita hebatnya. Bertahan hidup di lautan selama 16 jam, benar-benar luar biasa.
Bonus:
Jika ingin membaca lengkapnya, banyak di berita bisa dicari saja dengan kata kunci, "KMP Gurita Margareth Crotty"
Get notifications from this blog
Halo! Terima kasih sudah membaca.